Menjadi mahasiswa mungkin impian bagi hampir semua orang.
Setelah lulus SMA melanjutkan pendidikan sesuai dengan bidang yang diinginkan.
Belajar lebih mendalam tentang bidang ilmu yang disukai, setelah lulus bekerja
sesuai dengan jurusan. Terdengar indah dan menjanjikan, namun di tengah jalan
perjalanan tentu tidak semulus yang diinginkan. Seperti aku yang harus membagi
waktu antara kuliah dan bekerja. Sering kali harus mengorbankan salah satunya
bila memang keperluan sangat mendesak. Bolos kuliah pun sudah sering kali aku
lakukan. Walau pun pekerjaanku bersifat fleksibel dalam arti menyesuaikan
jadwal kuliahku, namun tentu saja dalam praktek di lapangan ada saja pekerjaan
yang mengharuskanku datang walau ada jadwal perkuliahan.
Dengan adanya dua kegiatan yang membagi waktuku, terkadang
aku sendiri kelelahan mengatur waktu untuk keduanya. Lelah dengan rutinitas
yang terus berulang dan pekerjaan yang terus bertambah. Semangat untuk kuliah
pun semakin hari semakin berkurang. Dalam satu minggu hampir satu hari
dipastikan aku tidak hadir diperkuliahan. Terkadang memang ada pekerjaan
mendadak, kadang juga karena memang malas untuk berangkat. Padahal saat ini
sudah menjalani semester 8 dan sebentar lagi jika tidak halangan dapat
dipastikan untuk lulus dan wisuda. Namun memang godaan sungguh berat tak
tertahankan.
Malam itu aku mendapat telpon dari atasan yang memintaku
untuk hadir pada rapat kerja di Jakarta besok pagi. Sedangkan besoknya aku ada
perkuliahan pagi hingga siangnya. Sempat aku berpifir untuk menolak, namun
dalam hati tentu saja ada perasaan tidak enak. Akhirnya aku iyakan, dan ini
kesekian kalinya aku bolos kuliah demi pekerjaan. Orang tuaku sebenarnya tidak
melarang, sebaliknya mereka senang aku sudah bisa mandiri dan tidak lagi
membebani. Namun tetap saja sebagai anak tentu saja aku tidak ingin
mengecewakan orang tua dan membuat mereka bangga. Biaya kuliah yang mereka
keluarkan hingga semester 8 tentu saja tidak murah. Apalagi biaya kuliah di
sini juga lumayan besar. Sebisa mungkin aku ingin mengurangi beban mereka
dengan tidak lagi meminta uang jajan. Namun tetap saja kewajibanku sebenarnya
adalah sebagai pelajar, dan kuliah adalah salah atu amanah yang diberikan kedua
orang tuaku dengan harapan agar aku mendapat kehidupan yang lebih layak dan
membuat mereka bangga.
Kala itu terlintas di pikiranku hal bermanfaat apa yang bisa aku
lakukan untuk orang lain. Aku mencoba mencari hal baru di tengah rutinitas yang
padat untuk mendapatkan pengalaman baru. Di dalam keseharian yang monoton ini
aku ingin mendobrak kebiasaan lama agar menjadi lebih produktif. Tanpa sengaja
aku menemukan sebuah post di media
sosial yang membutuhkan relawan untuk mengajar anak anak jalanan. Berhubung lokasinya
masih berada di Depok, aku putuskan untuk langsung mendaftar sebagai relawan.
Sekitar satu minggu kemudian barulah kegiatan mengajar
dilakukan. Kegiatan mengajar hanya dilakukan pada hari sabtu dan minggu. Di sana
tidak hanya aku sendiri. Ternyata banyak mahasiswa dari Universitas lainnya. Ada
yang berasal dari Universitas Indonesia, Politeknik Negrei jakarta, bahkan
sampai Universitas Negeri Jakarta pun ada. Pada hari pertama kami masih berkenalan
antar pengajar dan para anak anak tersebut. Ketua dari kegiatan ini adalah Ade
Nugraha. Dia adalah mahasiswa Universitas Indonesia asal Sulawesi Selatan yang
mempelopori adanya Mentari Negeri, nama kegiatan belajar kami.
Anak anak pun terlihat sangat antusias dalam mengikuti
kegiatan ini. Tak hanya belajar. Kegiatan kami juga diselangi game yang menarik
untuk anak anak. Melihat semangat anak anak ini dalam belajar membuatku sedikit
malu dan sejenak merenung. Aku yang dengan mudahnya dibiayai oleh orang tua
untuk kuliah justru mulai malas malasn. Sedangkan anak anak ini walaupun
beberapa dari mereka ada yang menjadi pengamen jalanan, namun semangat belajar
mereka masih sangat besar membuatku malu pada diri sendiri.
Aku yang mendapat tugas untuk mengajar anak anak kelas 5 SD
ditugaskan untuk mengajar matematika. Anak anak pun terlihat sangat antusias saat
aku menjelaskan materi pelajaran kepada mereka. Untuk lebih membuat mereka
antusias, aku memberikan hadiah kepada mereka yang mampu menjawab pertanyaan
yang telah aku berikan. Melihat semangat anak anak ini belajar untuk meraih
cita cita mereka membuatku ingat kembali apa yang telah mambawaku hingga hari ini.
Terkadang hal seperti ini yang justru membuatku sadar akan pentingnya
bersyukur. Menengok kembali ke belakang untuk mengingat kembali semangat yang
telah membawaku sampai sejauh ini.
EmoticonEmoticon